Ujilah "Nyali" di Pulau Langkawi
ANDA mempunyai keberanian menantang alam? Ujilah nyali mental Anda di Pulau Langkawi, terutama di Gunung Mat Cingcang. Maka, di balik ketakutan itu, alam akan membisikkan keindahan begitu nyata.
UNTUK mencapai pulau yang kaya dengan wisata pesisir pantai dan bukit nan indah itu, kita dapat melalui Kuala Lumpur dengan menggunakan pesawat terbang. Bisa juga naik kapal feri dari Kuala Kedah atau Kuala Perlis.
Dari Kuala Lumpur, perjalanan darat sungguh melelahkan dan membosankan. Dengan menggunakan bus yang melaju rata-rata 100 kilometer per jam pun membutuhkan waktu 7-8 jam untuk menuju Kuala Perlis.
Namun, Malaysia memang sudah merancang perjalanan itu dengan menyediakan sejumlah perhentian di pinggiran highway untuk sekadar melepas kepenatan. Paling tidak, untuk sekadar meregangkan persendian kaki.
Pertengahan bulan Oktober memang menjadikan obyek-obyek wisata di Malaysia terus diguyur hujan. Hal itu pun dirasakan rombongan agen perjalanan dari Indonesia, termasuk Kompas, yang tergabung dalam Mega Familiarisation Programme, 10-16 Oktober 2003. Garuda Indonesia yang bekerja sama dengan Malaysia Tourism Board ingin menunjukkan secara riil moto Malaysia, Truly Asia.
Setiba di Kota Kuala Perlis, perjalanan itu belumlah usai. Kita harus menaiki kapal feri selama 45 menit. Jarak Kuala Perlis menuju Langkawi sekitar 30 kilometer. Dan, tibalah Pulau Langkawi. Di pelabuhan kecil itu kita akan disambut patung burung elang berukuran 12 x 18 meter. Begitu gagah dan menawan.
Patung yang terbuat dari tembaga itu dengan tegar berdiri sambil mengepakkan kedua sayapnya. Kepalanya tegak, memandang ke arah lautan. Seakan-akan patung senilai 118 juta ringgit Malaysia itu berucap, "Wellcome to Langkawi."
Menurut referensi rakyat setempat, sebutan Langkawi diperoleh dari nama "helang" (eagle). Sedangkan dalam bahasa Malaysia kuno, "kawi" berarti coklat kemerah-merahan. Karena itulah, Langkawi berarti burung elang yang berwarna coklat kemerah-merahan.
TAMPAKNYA, pemaknaan Langkawi itu betul juga. Sebab, jika kita menyusuri Sungai Kilim dengan menggunakan kapal motor, lalu tiba di salah satu kawasan hutan mangrove, kita akan menemukan kawasan elang. Di sana, puluhan elang coklat kemerahan dan putih mengepakkan sayap-sayapnya.
Sungguh menakjubkan. Burung-burung elang itu beterbangan mendekati kapal-kapal motor yang membawa wisatawan. Berputar dan terus berputar. Sesekali, beberapa burung elang itu meluncur ke sungai. Byurr....
Sorotan matanya begitu tajam. Paruhnya siap menyambar potongan-potongan ikan yang disebarkan oleh wisatawan. Wow... sungguh pemandangan menakjubkan! Hujan rintik tak menjadi penghalang untuk berusaha mengabadikan burung-burung elang itu.
Pengalaman demi pengalaman menakjubkan memang mudah didapatkan di sepanjang sungai itu. Ketika perahu motor bergerak menuju Goa Cerita, tetes-tetes air dari atap goa begitu mudah dirasakan.
Gelap gulita tak menjadikan perjalanan itu menakutkan. Sebab, di ujung goa itu, cahaya langit diselingi rintik hujan memberikan pengharapan begitu indah. Itulah Langkawi, salah satu sisi terindah Malaysia Truly Asia.
JANGANLAH hanya berdiam mengagumi patung dan burung elang itu. Marilah kita lanjutkan perjalanan yang menggiring rasa ketakutan menuju pengalaman menakjubkan. Itulah pengalaman mendaki Gunung Mat Cingcang yang terletak di Pulau Langkawi, Malaysia. Di pulau yang hanya berukuran 478,5 kilometer persegi itu kita dapat merasakan semilir angin sepoi-sepoi.
Ketika menaiki bukit yang memiliki ketinggian 794 meter di atas permukaan laut, entah dengan berjalan kaki selama satu jam atau menaiki cable car atau kerap dikenal kereta gantung, perlahan-lahan kita akan merasakan kabut tebal.
Kalau di Indonesia, seperti di Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Safari Indonesia, kereta gantung itu berjalan secara horizontal. Sedangkan di Langkawi, kereta gantung itu berjalan secara diagonal menuju perbukitan. Perlahan, namun pasti. Kereta gantung itu menuju Gunung Mat Cingcang.
Poerningsih Apriani (42), salah satu peserta dari Garuda Indonesia Holidays, sungguh merasakan mentalnya sangat ditantang. Bayangkan saja, kereta gantung itu berjalan semakin meninggi.
Pucuk-pucuk pepohonan mulai tampak. Dalam kejauhan, air terjun mengalir begitu menyegarkan. Di sisi selatan, pandangan mata akan tertuju pada samudra lautan yang teramat luas.
Namun, apa mau dikata. Sejumlah peserta yang menaiki kereta gantung bisa dibuat hening. Ada yang sibuk memandang dan mengagumi keindahan alam. Ada yang mengagumi kereta gantung itu.
Ada yang hening. Ada pula yang mengaku dadanya mulai sedikit sesak. Jantung pun berdetak kencang. Termasuk Poerningsih, salah satu personel dari agen perjalanan Garuda Indonesia Holidays, tidak bisa lain selain berpegang erat pada kursi dan memejamkan matanya. Takut.
Cable car merupakan gagasan Perdana Malaysia Dr Mahathir Mohamad. Fasilitas kereta gantung menelan biaya sebesar 54 juta ringgit Malaysia. Teknologi canggih itu diperoleh dari para ahli di Austria. Untuk operasionalisasinya, kereta gantung yang dikendalikan oleh pakar-pakar teknologi dari Australia itu memerlukan waktu persiapan selama 1,5 tahun.
Sesampai di atas gunung itulah, ketakutan itu akan berubah menjadi kekaguman. Bisikan keindahan pun akan mengalir. Mata kita akan melihat negeri Kuala Kedah dan Kuala Perlis, serta sebagian wilayah selatan negara Thailand.
Bayangkan saja, setiap hari sekitar 300-400 wisatawan menikmati kereta gantung untuk menatap keindahan Malaysia. Sungguh menakjubkan